Cafe Limbah dan IPAL di Desa Mendiro
Fenomena
pemanasan global sudah dipermasalahkan sejak beberapa decade terakhir. Banyak gerakan
peduli lingkungan yang mempermasalahkan pengolahan limbah oleh atau perusahaan besar.
Sayangnya beberapa dari gerakan tersebut hanya memojokkan perusahaan terkait,
bukan memberikan solusi. Terkait dengan peraturan
pemerintah mengenai lingkungan, desa Mendiro yang terletak di Ngaglik – Sleman,
Yogyakarta menjadi salah satu desa yang menerapkan Instalasi Pengelolaan Air
Limbah (IPAL) sejak tahun 2017.
Uniknya meskipun sebagai pengelola air limbah, justru tempat ini tidak berbau seperti tempat pengelolaan air limbah di tempat lain. Selain itu IPAL ini dijadikan satu tempat yang dapat digunakan oleh warga desa Mendiro sebagai tempat berkumpul yang dinamakan dengan kafe limbah.
Uniknya meskipun sebagai pengelola air limbah, justru tempat ini tidak berbau seperti tempat pengelolaan air limbah di tempat lain. Selain itu IPAL ini dijadikan satu tempat yang dapat digunakan oleh warga desa Mendiro sebagai tempat berkumpul yang dinamakan dengan kafe limbah.
IPAL
memang sebagai program pemerintah sejak keputusan presiden tahun 2014 dengan
tujuan pengembangan negara Indonesia yang masih kurang dalam pengembangan
limbah rumah tangga, limbah menjadi salah satu faktor yang dapat merusak
lingkungan, limbah yang dimaksud adalah limbah rumah tangga yang berupa limbah
kotoran manusia, limbah cucian air sabun dan limbah dari tempat usaha yang
dibangun oleh masyarakat. IPAL tidak hanya di wilayah desa Mendiro ini saja
namun banyak sekali di kota Yogyakarta namun di wilayah desa ini menjadi contoh
besdar tempat yang masih berjalan dengan cirikhas terdapat cafe diatas media
sanitasi IPAL ini.
Suharyono ketua KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), sebagai koordinator
pemberdayaan masyarakat mempunyai tanggung jawab terhadap keberlangsungan IPAL
di desa Mendiro, tidak hanya Bapak Suharyono saja, dalam kepengurusan ini
terdapat panitia yang sudah disusun sedemikian rupa dan tentu saja panitia
tersebut diambil dari beberapa masyarakat yang telah terlibat aktif dalam
mengambil bagian dari IPAL tresebut.
Tempat
ini berawal dari pengurus yang sudah mempunyai program tentang IPAL dan dikung
oleh masyarakat dengan budget 400 juta rupiah namun masih berada pada target
resapan 55 KK padahal di wilayah ini 130 KK, akhirnya solusi yang terbaik ada
bersosialisasi lebih luas dengan masyarakat di desai tersebut dan dengan
dukungan swadaya dari masyarakat terjadilah tempat cafe limbah ini yang pengolahan
limbah telah hampir memenuhi target sekitar 80 KK yang sudah terhubung namun
diharapkan pada tahun 2018 ini seluruh rumah telah terhubung ke dalam IPAL
dengan cara iyuran secara bertahap dengan biaya awal 130.000, 00.
“Tempat
ditentukan dengan seleksi, pernah wilayah ini tidak masuk dalam seleksi dan
ditetapkan didaerah kota namun kota tidak menerima dan akhirnya oleh pemerintah
DIY menetapkan didaerah desa Mendiro ini. Kriteria yang menjadi patokan
dibuatnya IPAL ini seperti BAB sembarang, saptitank yang dibuat sembarang, dan
hal ini tentu saja disebabkan oleh masyarakat yang belum paham mengenai
sanitasi dan dampak bahaya dari limbah yang disebabkan oleh kegiatan sehari –
hari”, jalas Suharyono
Pemahaman
Indikasi keberhasilan IPAL oleh panitia di desa Mendiro terlihat dari bau, jika
wilayah IPAL masih sangat bau berarti ada yang tidak berhasil, selain indikator
dari bau yang tidak sedap di wilayah IPAL, indikator sungai yang ada disamping
tempat tersebut menjadi salah satu indikator yang sangat besar terlihat, setiap
aliran sungai akan dibuat kolam ikan jika ikan banyak yang mati berarti limbah
dari IPAL masih belum beres, indikator besar ini lah yang menjadi alasan kenapa
tempat IPAL tersebut dibangun di wilayah ini, indikator aliran sungai tersebut
juga berdampak luas terhadap kebersihan saluran air di Kota Yogyakarta.
Cafe
yang dibuat dengan swadaya masyarakat juga menghidupi masyarakat, cafe dengan
model angkringan ini telah memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
seperti penitipan makanan dan minuman yang akan dijual di cafe ini dan menjadi
sumber ilmu bagi masyarakat lain akan pemahaman limbah dan juga tanaman obat
yang dibududayakan dibagian belakang cafe.
IPAL di desa ini dalam pengembangannya masih dikerjakan oleh KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) namun tetap bekerjasama oleh dinas lingkungan hidup Yogyakarta yang menjadi salah satu target besar adalah kerjasama bagi perusahaan swasta yang bersedia untuk membantu pengembangan program IPAL di Desa Mendiro.
IPAL di desa ini dalam pengembangannya masih dikerjakan oleh KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) namun tetap bekerjasama oleh dinas lingkungan hidup Yogyakarta yang menjadi salah satu target besar adalah kerjasama bagi perusahaan swasta yang bersedia untuk membantu pengembangan program IPAL di Desa Mendiro.
Misi
dari KSM yaitu menjadikan IPAL yang tidak terpinggirkan, maskud dari kata
terpinggirkan itu adalah IPAL yang tidak berjalan di dalam masyarakat dan hanya
sebagai tempat pembuangan limbah yang bau dan kumuh, seharusnya IPAL menjadi
salah satu sumber ilmu bagi masyarakat dalam pengelolaan limbah dan menjadi
salah satu gerakan kesehatan lingkungan agar gaya hidup sehat dapat terjaga.
Tempat tersebut juga diharapkan dapat menjadi tempat berkumpul bagi warga dan menjadi tempat dalam mengembangkan aspek ekonomi dalam masyarakat seperti contoh cafe limbah yang diharapkan setelah proyek IPAL telah mencakup semua KK di desa Mendiro dengan take line “Green and Clean” akan menjadi tempat edukasi bagi semua warga masyarakat dengan pengembangan lahan dan fasilitas sarana dan prasarana.
Tempat tersebut juga diharapkan dapat menjadi tempat berkumpul bagi warga dan menjadi tempat dalam mengembangkan aspek ekonomi dalam masyarakat seperti contoh cafe limbah yang diharapkan setelah proyek IPAL telah mencakup semua KK di desa Mendiro dengan take line “Green and Clean” akan menjadi tempat edukasi bagi semua warga masyarakat dengan pengembangan lahan dan fasilitas sarana dan prasarana.
Komentar
Posting Komentar